Langsung ke konten utama

KENANGAN DARI MANTAN REKTOR ITS"*

 *"


*SEORANG SARJANA S3,* SUDAH JADI *DOKTOR* ATAU *PROFESOR,* DIA RELA *MENINGGALKAN PEKERJAAN DUNIANYA,* HANYA DEMI *MONDOK* UNTUK *MEPELAJARI AL-QUR'AN* DAN *MENGHAFALKAN AL-QUR'AN 30 JUZ*


PADAHAL *GAJI NYA BESAR*


DAN *UMURNYA JUGA SUDAH LUMAYAN TUA,* TAPI MASIH *MAU BELAJAR* MENDALAMI *AL-QUR'AN*


BELIAU MEMILIH *UNTUK MONDOK BELAJAR AL-QUR'AN* SEBAGAI *PERSIAPAN MENGHADAP ALLAH* NANTI


*Tulisan Rektor ITS,* Prof Joni Hermana *di wall FB nya*


Coba simak *kutipan inspiratif di bawah ini* yang menggugah...


*Dulu di kala aku kecil*, aku selalu mendapat *peringkat 1* baik di tingkat *SD, SMP,* maupun *SMA...*


*Semua merasa senang*, ibu dan ayah pun *selalu memelukku dengan bangga*. Keluarga sangat senang *melihat anaknya pintar dan berprestasi*.


Aku masuk *perguruan tinggi ternama pun*, tanpa *embel-embel test.*


*Orang tua dan teman-teman lku* merasa *bangga terhadap diriku*.


Tatkala aku kuliah *IPK ku selalu 4 dan lulus dengan predikat cum laude*.


*Semua bahagia*, para Rektor menyalami ku dan *merasa bangga memiliki mahasiswa* seperti diriku, *jangan ditanya tentang orang tuaku,* tentunya mereka *orang yang paling bangga,* bangga *melihat anaknya lulus* dengan predikat *cum laude*. Teman-teman seperjuangan ku pun *gembira*. Semua wajah *memancarkan kebahagiaan*.


*Lulus dari perguruan tinggi* aku bekerja di sebuah perusahaan *Bonafit.* Karirku *sangat melejit dan gajiku sangat besar*.


*Semua pun merasa bangga dengan diriku,* semua rekan bisnisku *selalu menjabat tanganku,* semua hormat dan *mnghargai diriku*, teman-teman lama pun *selalu menyebut namaku* sebagai sslah satu orang *sukses.* 


*Namun ada sesuatu* yang *tak pernah kudapatkan* dalam perjalanan hidup ku *selama ini*. 

*Hatiku selalu kosong dan risau.* Perasaan sepi *selalu memghantui hari-hariku*. 

Ya.. *aku terlalu mengejar duniaku dan mengabaikan akhiratku...* 

*Aku sedih...........*


*Ketika aku berikrar* untuk berjuang bersama *barisan Pembela Rasulullah SAW. dan kubuang segala title keduniaanku* kutinggalkan duniaku *untuk mengejar akhirat dan ridha-Nya.*

Seketika itu pula *dunia terasa berbalik.*

*Yaa...Dunia seperti berbalik.* Ku putuskan *untuk merantau dan memilih mempelajari ilmu Al-Qur'an dan hadist dan kuhafalkan Al-Qur'an 30 juz*.


*Semua orang mencemooh dan memaki diriku*. 

*Tak ada lagi pujian,* senyum kebanggaan, *peluk hangat dll.* Yang ada hanyalah *cacian...*


Terkadang orang memaki diriku, *buat apa sekolah tinggi-tinggi* kalau akhirnya *masuk pesantren* dia itu *orang bodoh...* 

Udah *punya pekerjaan enak* ditinggalin...


*Berbagai caci dan maki tertuju pada diriku,* bahkan dari keluarga *yangg tak jarang membuat diriku sedih...* 😪


"Apa ada *lulusan perguruan tinggi terkenal* masuk *pondok tahfidz...?* Ga sayang apa *udah dapst kerja enak*, mau makan apa dan *dari mana lagi...?*

Kata mereka... 



https://images.app.goo.gl/UPmct5TsFGGDqD9E6


Ya..., *pertanyaan-pertanyaan itu terus menyerang dan menyudutkan diriku.*


*Hingga suatu ketika*


Ketika fajar mulai menyingsing *ku ajak ibu untuk shalat berjamaah di masjid*, masjid tempat *dimana aku biasa menjadi imam.*


*Ini adalah shalat shubuh yang akan selalu ku kenang*. 


*Ku angkat tangan* seraya mengucapkan takbir. *Allaaahuu akbaar...*_

*ku agungkan Allah* dengan seagung-agungnya.


*Ku baca doa iftitah* dalam hati ku, *berdesir hati ini rasanya...* 


Kulanjutkan membaca...


*Al-Fatihah* 

*Bismillahirrahmaanirrahiiim*, (sampai disini hati ku bergetar), ku sebut *nama-Nya yang maha pengasih* dan maha penyayang...


*Alhamdulillahirabbil alamiin*...

Ku panjatkan *puji-pujian untuk Rabb semesta alam..*


Kulanjutkan bacaan lamat-lamat, *ku hayati surah Al-Fatihah* dengan seindah-indahnya taddabur, *tanpa terasa air mata jatuh* membasahi wajahku...


*Berat lidah ku* untuk melanjutkan ayat, *Arrahmaanirrahiim*, 

ku lanjutkan ayat *dengan nada yang mulai bergetar....*


*Malikiyaumiddin*, kali ini *aku sudah tak kuasa* menahan tangisku. 


*Iyyaka na'budu wa iyyaka nastaiin*, "yaa Allah *hanya kepada-Mu lah* kami menyembah dan *hanya kepada-Mu lah* kami meminta pertolongan."


*Hati ku terasa tercabik²,* sering kali diri ini *menuntut kepada Allah untuk memenuhi kebutuhanku,* tapi aku *lalai melaksanakan kewajibanku* kepada-Mu... 


Sampai lah aku *pada akhir ayat* dalam surah Al-Fatihah. *Ku seka air mata dan ku tenangkan sejenak diriku.*


Selanjutnya aku putuskan untuk membaca *Surah _Abasa_. Ku hanyut  dalam bacaan ku,* terasa syahdu, *hingga terdengar isak tangis jamaah* sesekali. *Bacaan terus mengalun,* hingga sampai lah *pada ayat 34.* Tangisku memecah *sejadi-jadinya*.


*Yauma yafirrul mar'u min akhii, wa ummihii wa abiih, wa shaahibatihi wa baniih, likullimriim minhum yauma idzin sya'nuy yughniih...*


*Tangisku pun memecah,* tak mampu *ku lanjutkan ayat tersebut,* tubuhku terasa lemas...


*Setelah shalat shubuh selesai,* dalam perjalanan pulang, *ibu bertanya*:  "mengapa kamu menangis *saat membaca ayat tadi,* apa artinya...?"


*Aku hentikan langkahku dan aku jelaskan pada ibu*. Kutatap wajahnya *dalam-dalam dan aku berkata*: 


*Wahai ibu...*

Ayat itu *mnjelaskan tentang huru hara padang mahsyar* saat kiamat nanti, *semua akan lari meninggalkan saudaranya...*


*Ibunya...*

Bapaknya...

*Istri dan anak-anaknya..*


*Semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing.*


*Bila kita kaya* orang akan memuji *dengan sebutan* orang yang *berjaya...*,


*Namun ketika kiamat terjadi* apalah gunanya *segala puji-pujian manusia itu...*


*Semua akan meninggalkan kita*. Bahkan ibupun *akan meninggalkan aku...* 


*Ibu pun meneteskan air mata*, ku seka *air matanya...*


Ku lanjutkan, *Aku pun takut bu* bila di Mahsyar *bekal yang ku bawa sedikit..*


*Pujian orang* yang ramai selama bertahun-tahun pun *kini tak berguna lagi...*


Lalu *kenapa orang beramai-ramai menginginkan pujian dan takut mendapat celaan.* Apakah mereka tak menghiraukan *kehidupan akhiratnya kelak...?*


*Ibu kembali memelukku dan tersenyum.*

Ibu mengatakan, *betapa bahagianya* punya anak *seperti dirimu...*


*Baru kali ini aku merasa bahagia*, karena *ibuku bangga terhadap diriku...*


*Berbagai pencapaian* yang aku dapat dulu, *walaupun ibu sama memeluk ku* namun *baru kali ini* pelukan itu *sangat membekas dalam jiwaku.*


Wahai manusia *sebenarnya apa yang kalian kejar..?*


Dan *apa pula yang mngejar kalian..?*


*Bukankah maut* semakin hari *semakin mendekat...?*


*Dunia yang menipu* jangan sampai *menipu* dan membuat diri *lupa pada negeri akhirat kelak...*


Wahai saudara-saudaraku, *apakah kalian sadar nafas kalian* hanya *beberapa saat lagi...?*


*Sebelum lubang kubur* kalian akan *digali..*


*Apa yang aku dan kalian banggakan* di hadapan *Allah dan Rasul-Nya kelak...?*


*Wallahu a'lam...*


Catatan :

*Jika antum mau share* niatkanlah dengan baik *mudah-mudahan bisa jadi obat* bagi masalah Anda dan *kita semua.....*

Aamiin 3x Yaa Robbal 'aalamiin..


*Sobat sekarang anda memiliki dua pilihan* ,

1. Membiarkan *sedikit pengetahuan ini* hanya dibaca di sini

2. *Membagikan pengetahuan ini* in syaa Allah *bermanfaat* dan *akan menjadi pahala bagimu Aamiin...*


*Boleh di SHARE* sebanyak mungkin... 🙏


*Prof  Dr Ir Joni Hermana* adalah *alumni ITB* ( TL'80 )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Orang Kaya Naik Haji yang Menitipkan Uang

Di kitab irsyadul ibad Novi Amanah 19 Juli 2018 AsSAJIDIN.COM   — “Ada Setelah selesai melaksanakan hajinya, orang kaya itu mendatangi rumah orang yang diberi amanah menyimpan uangnya tsb. Sesampainya di rumah orang itu, ternyata orang tersebut telah wafat.   Orang kaya itupun bertanya kepada ahli warisnya. Namun tidak satupun diantara ahli warisnya mengetahui perihal uang titipan tersebut. Orang kaya itupun kebingungan dan bertanya-tanya dalam hatinya, di manakah uang yang disimpan oleh orang yang diberi amanat tersebut?   Orang kaya itupun mendatangi seorang alim di kota Mekkah, lalu menceritakan tentang uangnya tersebut.   Orang alim itu berkata : “Di sepertiga malam akhir nanti, pergilah kamu ke Sumur Zam-Zam, panggillah nama temanmu yang kau titipi uang itu, dibibir sumur. Jika temanmu adalah orang yang baik , dan termasuk seorang ahli Surga, maka dia pasti akan menjawab panggilanmu, lalu tanyakanlah kepadanya, dimanakah ia menyimpan uangmu”.   Pada akhir malam, orang kaya itupun

GARAM DAN TELAGA* 

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu. “Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk d

Dialog Waliyullah dengan virus wabah penyakit

Suatu saat datang segerombolan jundullah dari wabah penyakit ganas yakni Wabah Tho'un yang hendak masuk ke kota Damasykus Syiria. Di tengah jalan mereka bertemu dengan salah seorang waliyullah. Maka terjadilah percakapan singkat antara keduanya. "Mau kemana Kalian....?" Tanya wali tersebut.......!!!!! "Kami diperintah oleh Allah Swt untuk memasuki kota Damasykus". Jawabnya.......!!!! "Seberapa Lama kamu akan tinggal di sana..? Dan kira- kira akan makan seberapa banyak Korban?. Tanya si-wali itu kembali. "Dua tahun lamanya dan menelan sekitar seribu korban meninggal dunia". Jawabnya dengan jelas. Selang dua tahun kemudian, Sang Wali tersebut bertemu kembali dengan segerombolan wabah penyakit ganas tersebut. Seraya berkata : "Mengapa dalam waktu dua tahun kalian memakan korban begitu banyak hingga lima puluh ribu orang....? Bukankah kalian dulu janji korbanya hanya seribu orang meninggal dunia....? " Subanallah sangat