Langsung ke konten utama

Kisah Bani Umayyah: Tragedi Karbala, Ketika Pembunuhan dan Pemerkosaan Nodai Madinah

https://www.facebook.com/groups/1016398002204881/permalink/1280912909086721/ 

sindo newsFeb 19, 2022 11:49 AM


Kisah Bani Umayyah: Tragedi Karbala, Ketika Pembunuhan dan Pemerkosaan Nodai Madinah

Pascatragedi Karbala, pemberontakan menentang Dinasti Umayyah berkecamuk di berbagai daerah. (Foto/Ilustrasi: Ist)

Sejak peristiwa pembunuhan cucu Rasulullah SAW , Husein bin Ali bin Abu Thalib dan keluarganya, kursi kekhalifahan Bani Umayyah tidak pernah lagi stabil. Pemberontakan demi pemberontakan meletus di berbagai daerah, termasuk di Madinah dan Mekkah. Penanganan pemberontakan amat brutal.Pemerkosaan, penjarahan dan pembunuhan berlangsung tanpa henti. Banyak tabi’in yang wafat dalam peristiwa ini.


Kisah tentang peristiwa Karbala tersiar demikian cepat ke seluruh wilayah kekuasaan dinasti Umayyah. Meskipun masyarakat umumnya tahu ada banyak faksi politik dalam dunia Islam, namun untuk berbuat sejauh itu, jelas tidak ada dalam bayangan semua kaum Muslimin.


Mereka mengutuk perbuatan tersebut, dan menarik baiatnya dari Yazid. Selain Irak dan Iran yang memang merupakan basis pendukung Ali bin Abi Thalib , wilayah yang segera menarik bai’atnya sesaat setelah mendengar pembataian di Karbala, adalah Madinah dan Mekkah.

l

Kala itu, di dua tanah suci ini, masih cukup banyak berkumpul para tabi’in yang sangat berpengaruh, salah satunya adalah Abdullah bin Zubair yang merupakan buronan paling dicari oleh Yazid setelah Husein bin Ali.


Setelah mencabut bai’atnya dari Yazid, orang-orang di Madinah dan Mekkah secara aklamasi mengangkat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah kaum Muslimin.


Di kalangan masyarakat saat itu, ia termasuk orang ternama. Ayahnya, Zubair bin Awwam, sedangkan ibunya adalah Asma’ binti Abu Bakar . Abdullah bin Zubair mendapat dukungan dari Hijaz, Yaman dan Arabia Selatan.


Terkait diangkatnya Abdullah bin Zubair ini beberapa sejarawan ada yang memasukkannya dalam urutan khalifah kaum Muslimin, tapi ada juga yang menganggap ini sebagai bentuk pemberontakan sehingga tidak dihitung sebagai khalifah.


Lagi pula, tak lama berselang dari diangkatnya Abdullah bin Zubair sebagai khalifah, Yazid langsung melancarkan serangan brutal kepada dua kota suci ini.


Yazid mengirim pasukan yang dipimpin oleh Muslim bin Uqba untuk mengambil kembali bai’at dari penduduk dua kota suci ini. Pesan Yazid kepada Muslim bin Uqbah dalam misi ini begitu dikenal sejarah, “Berangkatlah menuju Madinah. Jika mereka melakukan perlawanan, perangi! Jika kau menang, izinkan tentaramu berbuat sekehendak hati selama tiga hari. Setelah itu berangkatlah ke Mekkah dan perangilah Abdullah bin Zubair!”.


Ali Audah dalam bukunya berjudul "Ali bin Abi Thalib; Sampai kepada Hasan dan Husain" memaparkan kengerian dan kebejatan yang tak tertanggungkan terjadi. Sejarah mencatat, bahwa apa yang terjadi dalam tiga hari ini adalah sebuah bencana besar dan penodaan terbesar dalam sejarah kota Madinah. Pemerkosaan, penjarahan dan pembunuhan berlangsung tanpa henti. Banyak tabi’in yang wafat dalam peristiwa ini. Di antara mereka ada nama-nama seperti Zubair bin Abdurrahman bin Auf, Fuzail bin Abbas bin Abdul Muthalib, dan Abdullah bin Nufail bin Harist bin Abdul Muthalib.


Peristiwa mengerikan ini terjadi pada tanggal 27 Dzulhijjah 63 H. Sedikit catatan, di hari yang sama juga lahir Muhammad bin Abdullah bin Abbad bin Abdul Muthalib, yang kelak akan menjadi pendiri dan juga khalifah pertama Dinasti Abbasiyah.


Setelah berhasil menaklukkan Madinah dan pasukannya melakukan ibahat selama tiga hari, Muslim bin Uqbah melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Dalam perjalanan inilah ia tiba-tiba menderita sakit yang sangat parah dan akhirnya meninggal di tempat yang bernama Abwa.


Sebelum meninggal, ia mengamanatkan agar pimpinan pasukan diambil alih Al Hushain bin Numair Al Sakuni. Setelah menguburkan Muslim bin Uqbah, pasukan ini melanjutkan misinya untuk menaklukkan kota Mekkah dan memadamkan pemberontakan Abdullah bin Zubair.


Menurut Al Waqidi, Al Hushain bin Numair tiba di Mekkah pada tanggal 24 Muharram 64 H. Ia langsung melakukan pengepungan terhadap kota Mekkah. Pasukan ini sempat mendapat perlawanan yang cukup dari Abdullah bin Zubair, sehingga durasi pengepungan ini berlangsung selama sekitar 60 hari.


Hingga akhirnya, pasukan Damaskus berhasil mengunci pasukan Abdullah bin Zubair di dalam kota Mekkah. Mereka menghujani seisi kota dengan batu api yang dilontarkan dari ketapel. Akibatnya tidak hanya rumah penduduk, tapi juga Kakbah terbakar dan sebagian dindingnya hancur.


Peristiwa terbakarnya Kakbah ini terjadi pada 3 Rabi’ al-Awwal 64 H. Tapi tidak berhenti sampai di situ, pasukan Damaskus ini terus datang bergelombang ke Mekkah. Bahkan di saat-saat akan berakhirnya pertempuran, sebanyak 5000 pasukan masih didatangkan dari Damaskus.


Tidak jelas bagaimana hasil dari pertempuran ini, tapi pengepungan ini baru berakhir setelah berita tentang kematian Yazid datang dari Damaskus pada 2 Rabi’ al-Akhir 64 H. Yazid sendiri wafat di Damaskus pada tanggal 14 Rabi’ al-Awwal 64 H.


Ini artinya dibutuhkan waktu hampir 20 hari bagi kurir untuk menyampaikan berita duka ini pada pasukan Damaskus di Mekkah. Sebuah durasi waktu yang terlalu lama untuk jarak tempuh sejauh 1600 Km (Damaskus-Mekkah).


Anehnya lagi, menurut Akbar Shah Najeebabadi, pasukan Damaskus pertama kali mengetahui berita tentang kematian Yazid justru dari Abdullah bin Zubair. Ketika mendengar berita ini, Abdullah bin Zubair langsung berseru kepada pasukan Damaskus, “Wahai orang-orang yang tidak beruntung.., mengapa kalian masih bertempur? Pemimpin kalian sudah tiada!”


Ketika mendengar berita ini, gempuranpun dihentikan. Pasukan Damaskus akhirnya bersedia untuk melakukan perundingan damai dengan Abdullah bin Zubair.


Yazid bin Muawiyah meninggal dunia dalam usia 38 tahun. Masa pemerintahannya hanya berlangsung selama tiga tahun enam bulan. Tapi luka sejarah yang ditorehkan selama masa pemerintahannya masih berbekas hingga hari ini.


Setelah mendengar berita tentang wafatnya Yazid bin Muawiyah, pasukan Damaskus yang dipimpin oleh Hushain bin Numair bersedia melakukan perjanjian damai dengan Abdullah bin Zubair.


Setelah itu, Hushain bin Numair memimpin pasukan tersebut kembali ke Damaskus. Dalam perjalanan mereka melewati kembali Madinah yang beberapa bulan sebelumnya mereka aniaya penduduknya dan mereka menjarah hartanya.


Setelah puas melakukan ibahat selama tiga hari, mereka pergi meninggalkan penduduk Madinah dengan mendudukan seorang gubernur untuk wilayah itu.


Sekarang ketika mereka kembali, gubernur yang mereka tempatkan di sana sudah diusir oleh masyarakat Madinah. Situasi politik mendadak berubah total sejak kabar tentang kematian Yazid tersebar ke segala penjuru negeri Muslim. Legitimasi dinasti Umayyah jatuh hingga ke titik nadir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Orang Kaya Naik Haji yang Menitipkan Uang

Di kitab irsyadul ibad Novi Amanah 19 Juli 2018 AsSAJIDIN.COM   — “Ada Setelah selesai melaksanakan hajinya, orang kaya itu mendatangi rumah orang yang diberi amanah menyimpan uangnya tsb. Sesampainya di rumah orang itu, ternyata orang tersebut telah wafat.   Orang kaya itupun bertanya kepada ahli warisnya. Namun tidak satupun diantara ahli warisnya mengetahui perihal uang titipan tersebut. Orang kaya itupun kebingungan dan bertanya-tanya dalam hatinya, di manakah uang yang disimpan oleh orang yang diberi amanat tersebut?   Orang kaya itupun mendatangi seorang alim di kota Mekkah, lalu menceritakan tentang uangnya tersebut.   Orang alim itu berkata : “Di sepertiga malam akhir nanti, pergilah kamu ke Sumur Zam-Zam, panggillah nama temanmu yang kau titipi uang itu, dibibir sumur. Jika temanmu adalah orang yang baik , dan termasuk seorang ahli Surga, maka dia pasti akan menjawab panggilanmu, lalu tanyakanlah kepadanya, dimanakah ia menyimpan uangmu”.   Pada akhir malam, orang kaya itupun

GARAM DAN TELAGA* 

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu. “Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk d

Dialog Waliyullah dengan virus wabah penyakit

Suatu saat datang segerombolan jundullah dari wabah penyakit ganas yakni Wabah Tho'un yang hendak masuk ke kota Damasykus Syiria. Di tengah jalan mereka bertemu dengan salah seorang waliyullah. Maka terjadilah percakapan singkat antara keduanya. "Mau kemana Kalian....?" Tanya wali tersebut.......!!!!! "Kami diperintah oleh Allah Swt untuk memasuki kota Damasykus". Jawabnya.......!!!! "Seberapa Lama kamu akan tinggal di sana..? Dan kira- kira akan makan seberapa banyak Korban?. Tanya si-wali itu kembali. "Dua tahun lamanya dan menelan sekitar seribu korban meninggal dunia". Jawabnya dengan jelas. Selang dua tahun kemudian, Sang Wali tersebut bertemu kembali dengan segerombolan wabah penyakit ganas tersebut. Seraya berkata : "Mengapa dalam waktu dua tahun kalian memakan korban begitu banyak hingga lima puluh ribu orang....? Bukankah kalian dulu janji korbanya hanya seribu orang meninggal dunia....? " Subanallah sangat