Langsung ke konten utama

KISAH :ZUL QARNAIN

 

☰ Dzulqarnain Penguasa Yang Adil DZULQARNAIN PENGUASA YANG ADIL Bila kita perhatikan ayat-ayat dalam al-Quran niscaya, kita dapati saat membahas masalah hak untuk memberikan kepemimpinan, kekuasaan dan kerajaan, Allâh Azza wa Jalla menyandarkan hal itu hanya kepada-Nya. Karena memang hanya dengan kehendak-Nya, seorang hamba diangkat menjadi pemimpin. Dia Azza wa Jalla  menetapkan dan mencabut kekuasaan dari seseorang. Dan sesungguhnya para penguasa, ada waktu dan masanya. Seandainya seluruh manusia di muka bumi sepakat untuk 

pemimpinnya, mereka tidak akan bisa melakukan itu hingga Allâh Azza wa Jalla sendiri yang menghendaki masa jabatannya habis, karena Allâh Azza wa Jalla menetapkan dan mencabut kekuasaan seseorang berdasarkan sifat hikmah-Nya yang agung.[1] Dzulqarnain, diantara orang yang telah Allâh Azza wa Jalla beri kekuasaan. Allâh Azza wa Jalla  berfirman: وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا  Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. Ahlul kitab atau kaum musyrikin bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kisah Dzulqarnain. Lalu Allâh Azza wa Jalla memerintahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan, ‘Aku akan bacakan kepada kalian cerita tentangnya sebagai pelajaran.’ Artinya, di dalamnya terdapat berita yang bermanfaat dan pembicaraan yang menakjubkan yaitu saya akan bacakan untuk kalian tentang keadaannya yang bisa mengingatkan kalian serta sebagai pelajaran. Adapun yang tidak ada pelajaran darinya maka tidak dikabarkan kepada kalian.[2] Al-Qur’an dalam memaparkan kisah yaitu tidak menjelaskan secara rinci semua  perkara yang tidak mengandung pelajaran atau hikmah yang bisa dipetik dan cukup dengan isyarat atas kandungan pelajaran dan nasehat di dalamnya.[3] Dalam kisah Dzulqarnain ini terdapat ‘ibrah yang bisa kita ambil, terutama untuk para pemimpin. Ibrah dalam masalah keimanan, keadilan, kebijaksanaan dan perhatian terhadap rakyatnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman. لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman [Yusuf/12:111] DZULQARNAIN RAJA SHALIH YANG BERIMAN Dia adalah  seorang hamba yang shalih yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala anugerahi kekuasaan di bumi dan Allâh juga memberikannya ilmu dan hikmah serta Allâh Azza wa Jalla pakaikan kewibawaan padanya, walaupun kita tidak tahu siapakah dia. Ibnu Katsir rahimahulah  mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar dan segala sesuatu yang ada untuk seorang raja, berupa kekuasaan, tentara, peralatan perang dan sarana prasarana yang memadai. Dengannya, dia bisa mengusai dunia, bagian timur maupun baratnya, dan dia menaklukkan berbagai negeri serta menundukkan para penguasa lainnya. Sehingga semua orang berkhidmat untuk kerajaannya. Oleh karena itu, sebagian Ulama berpendapat mengapa dia digelari Dzulqarnain karena kekuasaannya meliputi tempat terbit dan tempat terbenam yaitu timur dan barat bumi.” [4] Dalam al-Qur’an, dikisahkan tentang tiga perjalanan yang dilakukan Dzulqarnain. Pada setiap perjalanannya ada ibrah atau pelajaran. Berikut kisah perjalanan Dzulqarnain. PERJALANAN PERTAMA : DZULQARNAIN TIBA DI ARAH TERBENAMNYA MATAHARI YAITU ARAH BARA 1. Dzulqarnain mempunyai kemampuan dan kemauan Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kekuasaan dan memantapkan pengaruhnya di segenap penjuru bumi. فَأَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٥﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا Maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.[Al-Kahfi/18:85-86] Allâh Azza wa Jalla memudahkan jalan baginya untuk menaklukkan banyak daerah dan kampung serta menaklukkan negeri-negeri dan tempat-tempat yang lainnya, serta mampu mengalahkan para musuh dan menaklukkan para raja penguasa, serta merendahkan ahlu syirik. Sungguh dia telah diberi segala sesuatu sebagai jalan yang memudahkannya untuk melakukan semua itu.Wallahu a’lam.[5] Dzulqarnain menggunakan sebab-sebab yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan itu, sesuai dengan fungsinya dan dia mempunyai kemampuan dan kemauan. Karena tidak setiap orang yang mempunyai suatu sebab (jalan kemudahan), lalu punya kemauan untuk menjalaninya, serta tidak setiap orang mampu untuk menjalani sebab itu. Sehingga, ketika kemampuan untuk menjalani sebab yang hakiki dan kemauan untuk menjalaninya berpadu, maka tujuan akan tercapai. Apabila keduanya tidak ada atau salah satunya tidak ada, maka tujuan tidak akan tercapai. Sebab-sebab atau faktor-faktor yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada Dzulqarnain tidak diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla maupun Rasul-Nya kepada kita, juga tidak ada nukilan para ahli sejarah tentang itu. Maka, seyogyanya kita juga diam, tidak membicarakannya. Namun secara umum kita tahu bahwa faktor-faktor tersebut kuat dan banyak, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Dia punya pasukan yang besar dan perlengkapannya, serta diatur dengan baik. Dengan pasukannya, dia mampu mengalahkan para musuh, hingga sampai ke belahan timur, barat maupun segenap penjuru bumi. [6] 2. Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allâh yang adil lagi berilmu. Dia mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman: قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا ﴿٨٦﴾ قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا ﴿٨٧﴾ وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا Kami berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’ Dzulqarnain mengatakan, ‘Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’.” [Al-Kahfi/18:86-88] Allâh Azza wa Jalla telah memberi kekuasaan kepadanya dan menyerahkan keputusan hukuman terhadap mereka. Dia bisa menahan, membunuh atau berbuat baik dan melepaskan mereka. Karena Allâh Azza wa Jalla mengetahui keadilannya dan keimanannya. Ini tampak dari keputusan yang diambilnya yaitu orang yang zhalim dan terus berada dalam kezhaliman, kekufuran dan kesyirikan akan disiksa, kemudian jika dia kembali kepada Rabbnya maka akan diadzab dengan adzab yang pedih. Adapun orang yang beriman, dia akan mendapatkan surga serta kedudukan yang baik di sisi Allâh  pada hari kiamat.[7] Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla, yang artinya,“Kami berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka’.” yakni, engkau bisa menghukum mereka dengan membunuh, memukul, atau menawan mereka dan semacamnya, atau engkau bisa berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain diberi dua pilihan, karena –yang nampak– kaum itu adalah orang kafir atau fasik, atau memiliki sebagian sifat-sifat tersebut, karena bila mereka kaum yang beriman, tentu Allâh Azza wa Jalla  tidak mengizinkan Dzulqarnain menyiksa mereka. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain memiliki as-siyâsah asy-syar’iyyah yang menjadikannya berhak mendapatkan pujian dan sanjungan, karena taufiq yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. lalu dia menjadikan mereka dua bagian: adapun orang yang aniaya.” yakni kafir.  “maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya.” Yaitu; orang yang aniaya akan mendapatkan dua hukuman, hukuman di dunia dan di akhirat. adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala terbaik sebagai balasan.” yakni sebagai balasannya, dia akan mendapatkan surga serta kedudukan yang baik di sisi Allâh Azza wa Jalla pada hari kiamat. Baca Juga  Fatwa Ulama Tentang Kondisi Politik Di Indonesia, Wawancara Dengan Syaikh Ubaid Al-Jabiri “dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” yaitu, kami akan berbuat baik kepadanya, berlemah lembut dalam tutur kata, dan kami permudah muamalah baginya. Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allâh yang adil lagi berilmu, di mana dia menepati keridhaan Allâh Azza wa Jalla dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya. [8] PERJALANAN KEDUA : SAMPAINYA DIA KE BUMI BAGIAN TIMUR 3. Dzulqarnain Pemimpin yang menyeru kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala Kemudian dia menempuh kembali perjalanannya dari arah terbenamnya matahari ke arah terbitnya matahari, dan setiap dia melewati suatu kaum maka dia akan menaklukkan dan mengalahkan mereka serta menyeru mereka kepada Allâh Azza wa Jalla. Apabila mereka menerima ajakannya, mereka akan dimuliakan dan jika tidak diterima seruannya, mereka akan dihinakan.[9] Dia mengatakan, “Terimalah seruan kami! Hendaklah kalian beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, maka kalian akan mendapatkan balasan yang baik di akhirat di sisi Allâh Azza wa Jalla “[10] ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٩﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا ﴿٩٠﴾ كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.[Al-Kahfi/18:89-91] Dia mendapati matahari menyinari segolongan umat yang Allâh Azza wa Jalla tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang mereka diami dan tidak ada pepohonan untuk berteduh. Said bin Zubair mengatakan, “(Kehidupan) mereka sangat terbelakang (liar) , terpencil dan tempat tinggal mereka berpindah-pindah,  kebanyakan penghidupan mereka dari mencari ikan.”[11] Disana tidak ada pepohonan atau gunung atau bangunan yang bisa melindungi mereka dari sinar terik matahari, dan dikatakan mereka tidak memakai pakaian(telanjang).[12] 4. Dia melaksanakan perkara yang mendatangkan maslahat bagi rakyatnya, dan berusaha untuk menebarkan kebaikan di penjuru bumi. Sesungguhnya dia seorang raja yang menguasai  timur dan barat. Dia membantu orang yang beriman dan menyiksa para penyembah berhala, dan dia melaksanakan perkara yang mendatangkan maslahat bagi rakyatnya, dan berusaha untuk menebarkan kebaikan di penjuru bumi. Ini diisyaratkan dalam ayat secara umum sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’” dan dijelaskan secara langsung diakhir kisah, tentang Dzulqarnain yang membuat benteng pembatas. Juga sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya, “Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.” maka seakan ada isyarat bahwa dia Dzulqarnain membantu orang-orang itu dengan mendirikan bangunan yang dapat melindungi badan mereka dari sinar terik matahari, atau memberikan pakaian dan penutup kepada mereka. Ini terpahami dari konteks ayat.[13] Penafsiran yang lain, orang-orang ini diperlakukan sama seperti orang-orang yang ada di bagian barat yaitu yang kafir (tidak mau beriman) diantara mereka akan mendapatkan siksa sedangkan yang mau beriman akan diperlakukan baik.[14] 5. Pujian Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada Dzulqarnain, karena kebaikan dan sebab- sebab agung yang ada padanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Demikianlah. Sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.” (Al-Kahfi/18:91). Maksudnya, Kami mengetahui kebaikan dan sebab-sebab agung yang ada padanya, dan ilmu Kami selalu bersamanya, kemanapun ia berjalan. Allâh Azza wa Jalla maha mengetahui semua keadaannya dan keadaan bala tentaranya, tidak ada yang tersembunyi sedikitpun bagi Allâh Azza wa Jalla walaupun berbeda-beda umat, terpencar dan terpisah-pisah di seantero bumi. Allâh Azza wa Jalla berfirman: إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَىٰ عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ Sesungguhnya bagi Allâh tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.[Ali Imran/3:5] PERJALANAN KETIGA : DZULQARNAIN KE DAERAH YA’JUJ DAN MA’JUJ DAB PEMBUATAN DINDING PEMBATAS Allâh Azza wa Jalla berfirman: ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٩٢﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا ﴿٩٣﴾ قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata, “Hai Dzulqarnain! Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” [Al-Kahfi/18:92-94] 6. Allâh memberikan Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga dia bisa faham bahasa asing kaumnya Para ahli tafsir mengatakan bahwa Dzulqarnain pergi dari arah timur menuju ke arah utara, hingga akhirnya beliau sampai di antara dua dinding penghalang. Kedua dinding penghalang itu adalah rantai pegunungan yang dikenal pada masa itu, yang menjadi penghalang antara Ya`juj dan Ma`juj dengan manusia. Di hadapan kedua gunung itu, dia menemukan suatu kaum yang hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan, karena bahasa mereka sangat asing serta akal dan hati mereka tidak bagus. Namun, Allâh Azza wa Jalla memberikan Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga dia bisa memaahami bahasa kaum itu dan dia bisa memahamkan mereka. Dia bisa berbicara kepada mereka dan mereka bisa berbicara kepadanya. Mereka kemudian mengeluhkan kejahatan Ya`juj dan Ma`juj kepada Dzulqarnain dan meminta agar Dzulqarnain membuatkan mereka dinding penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj agar mereka terhindar dari kerusakan yang dibuat Ya’juj dan Ma’juj. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu membangun dinding penghalang, dan mereka mengetahui kemampuan Dzulqarnain untuk membangunnya. [15] 7. Dzulqarnain bukan orang yang tamak, dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun dia juga tidak meninggalkan usaha perbaikan keadaan rakyat. Saat meminta tolong kepada Dzulqarnain, mereka berjanji akan memberinya upah. Dzulqarnain bukan orang yang tamak, dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun dia juga tidak meninggalkan usaha perbaikan keadaan rakyat, hahkan tujuannya adalah perbaikan. Sehingga dia memenuhi permintaan mereka karena kemaslahatan yang terkandung di dalamnya. Dia tidak mengambil upah dari mereka.[16] Ibnu Jarir dari Atha dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, “(Mereka berjanji akan memberikan) upah yang besar (ajran azhiman) yaitu dengan cara (masing-masing) mereka mengumpulkan  harta benda yang mereka miliki untuk kemudian (mereka satukan) lalu diberikan kepada Dzulqarnain sebagai upah, sehingga dia bisa membuatkan benteng penghalang. [17] 8. Dzulqarnain mengajak partisipasi rakyatnya dalam membangun dinding pemisah, untuk kemaslahatan mereka. قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا  Dzulqarnain berkata, “Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,[Al-Kahfi/18:95] Kemudian Dzulqarnain dalam rangka menjaga diri dan agamanya serta mewujudkan kebaikan, ia mengatakan, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepadaku kekuasaan dan kedudukan yang itu lebih baik untukku daripada harta yang kalian kumpulkan untuk kalian berikan kepadaku. Namun, bantulah aku dengan kekuatan tenaga dan perbuatan kalian dan penyediaan alat-alat untuk membangunnya. [18] “Agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.” sebagai penghalang agar mereka tidak melintasi kalian. Baca Juga  Menzhalimi Rakyat Termasuk Dosa Besar آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ﴿٩٦﴾ فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا Berilah aku potongan-potongan besi”. hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain, “Tiuplah (api itu)”. hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata, “Berilah Aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. [Al Kahfi/18:96-97] Mereka memberikan potongan-potongan besi kepada Dzulqarnain. Hingga ketika besi itu telah rata dengan dua gunung yang antara keduanya dibangun penghalang. “Dzulqarnain berkata, “Nyalakanlah api yang besar. Gunakanlah alat tiup agar nyalanya membesar, sehingga tembaga itu meleleh. Tatkala tembaga yang hendak dia tuangkan di antara potongan-potongan besi itu telah meleleh, , dia berkata berilah aku tembaga yang telah mendidih lalu tuang tembaga yang meleleh ke atas besi panas itu. Maka dinding penghalang itu menjadi luar biasa kokoh. Umat manusia yang berada di belakang menjadi aman dari kejahatan Ya`juj dan Ma`juj. Sehingga Ya`juj dan Ma`juj tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mendakinya karena tingginya penghalang itu. Tidak pula mereka bisa melubanginya karena kekokohan dan kekuatannya. 9. Dzulqarnain menyandarkan hasil kerjanya sebagai rahmat dari rabbnya, dan bersyukur kepada Rabbnya atas kekokohan dan kemampuannya. قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا Dzulqarnain berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabbku, dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar”.[Al Kahfi/18 :98] Setelah melakukan perbuatan baik dan pengaruh yang mulia, Dzulqarnain menyandarkan nikmat itu kepada Pemiliknya. Dia berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku.” (Al-Kahfi/18: 98) Maksudnya, merupakan karunia dan kebaikan-Nya terhadapku. Inilah keadaan para pemimpin yang shalih. Bila Allâh Azza wa Jalla memberikan kenikmatan yang mulia kepada mereka, bertambahlah syukur, penetapan, dan pengakuan mereka akan nikmat Allâh Azza wa Jalla . Dzulqarnain berkata,  “Maka apabila sudah datang janji Rabbku akan keluarnya Ya`juj dan Ma`juj, Dia menjadikan dinding penghalang yang kuat dan kokoh itu (hancur luluh), dan runtuh. Ratalah dinding itu dengan tanah. “Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Al-Kahfi/18:98] Sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala : حَتَّىٰ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ “Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” [Al-Anbiya/21: 96][19] FAEDAH DARI KISAH[20] Allâh mengangkat derajat sebagian manusia atas sebagian yang lain dan memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki berupa kekuasaan dan harta, karena Dia yang maha kuasa dan yang mengetahui semua hikmah yang tersembunyi. Isyarat untuk melakukan sebab, sebagaimana sunatullah dalam kauniyah-Nya dengan bersungguh-sungguh berusaha dan bekerja maka akan tercapai tujuan. Kadar keberhasilan seseorang berbanding lurus dengan kadar kesungguh-sungguhannya. Semangat dalam melakukan perkara yang penting serta berusaha menghilangkan rintangan , tetap semangat dan tidak putus asa dalam mencapai tujuan. Siapa yang berkuasa maka tidak seharusnya dia mabuk kepayang dengan kekuasaannya, serta tidak semena-mena menggunakan kekuasaannya untuk menyiksa dan menghukum orang yang dia mau. Dia harus memperlakukan orang yang baik dengan cara baik dan bersikap tegas terhadap orang yang jahat. Dengannya, dia bisa memberikan rasa keadilan kepada rakyatnya. Seorang penguasa hendaknya menjaga diri dari harta rakyatnya dan tidak menerima imbalan dari pekerjaan yang dia lakukan selama dia telah dicukupkan oleh Allâh Azza wa Jalla , karena dengan sikap itu dia menjaga kehormatannya dan akan menambah kecintaan rakyat kepadanya. Mengungkapkan kenikmatan yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya. Dan menunjukkan kelemahan seorang hamba karena dia tidak akan mampu kecuali atas pertolongan-Nya. Sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman: “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” [An-Naml/27:40] Terbukanya atau hancurnya dinding pembatas yang dibuat oleh Dzulqarnain serta keluarnya Ya’juj dan Ma’juj salah satu diantara tanda kiamat besar. Mengingat negeri akhirat dan fananya dunia akan menjadikan seseorang bersungguh-sungguh menyiapkan bekal untuk alam yang kekal abadi dan kenikmatan yang langgeng selamanya. Pelajaran akan abadinya amalan yang baik dan atsar perbuatan yang mulia. Sebagaimana yang  dikisahkan dalam ayat yang mulia ini, maka kebaikan Dzulqarnain berupa kebaikan akhlaknya, keberanian, keluhuran cita-citanya, menjaga kehormatan diri, keadilan dan usahanya mengokohkan keamanan dan memberi kebaikan kepada orang baik serta memberi hukuman orang zhalim, perbuatannya itu tetap dipuji dan diabadikan walaupun orangnya telah tiada. Hendaknya seorang pemimpin mengupayakan keamanan bagi rakyatnya, menjaga mereka,  mencegah dari kejelekan, menutup kekurangan dan memperbaiki mereka, menjaga harta mereka, mengarahkan kepada  yang bermanfaat untuk mereka, dan menjaga hak-hak rakyatnya yang berada di bawah kekuasaan dan pengawasannya. Untuk mencapai kemaslahatan, kebaikan dan keamanan bersama maka seorang pemimpin membutuhkan partisipasi dari rakyatnya Hendaklah nikmat-nikmat yang besar tidak menjadikan seseorang congkak dan sombong. Sebagaimana kesombongan Qarun ketika dia berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” [Al-Qashash/28:78] [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11-12/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Lihat pembahasannya dalam Kamâ Takûnû Yuwallâ ‘alaikum, hlm. 106-113, Syaikh Abdulmalik Ramadhani hafizhahullah. [2]Taisîr Karîmir Rahman, Tafsir surat al-Kahfi, ayat ke-83, hlm. 653, Syaikh as-sa’di, Jum’iyah Ihyâ at Turâts al-Islâmî. [3] Taisîrul Manân Fî Qishashil Qur’an, hlm. 416, Ahmad Farîd, Dâr Ibnil Jauzi. [4] Lihat Taisîrul Manân Fî Qishashil Qur’an, hlm. 418-419 [5] Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 103, Darul Kutub al-Ilmiyah [6] Lihat Taisîr Karîmir Rahman, Surat al-Kahfi ayat ke-84 s/d 85, hlm. 654, Syaikh as-sa’di, Jumiyah Ihya at-Turats al-Islami. [7] Lihat Tafsîr Ibnu katsir, hlm. 105, Darul Kutub al-Ilmiyah. [8] Lihat Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 654 [9] Tafsir Ibnu katsir, hlm. 105 [10] Lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 419 [11] Lihat Tafsîr Ibnu Katsir, hlm. 105, Surat al-Kahfi ayat ke-90 [12] lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an,  hlm. 421 [13] Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an,  hlm. 418 [14] Lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 421 [15]Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 655 [16]Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 655 [17] Lihat Tafsir Ibnu Katsir hlm :106; Darul Kutub al-Ilmiyah [18] Tafsir Ibnu Katsir; hal 106; Darul Kutub al-Ilmiyah [19] diringkas dari Taisir al-Karimirrahman; Tafsir Surat al-Kahfi:96-98; Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di. [20] Diringkas dengan perubahan dari Taisirul Manân Fii Qishashil Qur’an; hlm;427-429; Ahmad Farîd; Dâr Ibnil Jauzi.

Referensi: https://almanhaj.or.id/11476-dzulqarnain-penguasa-yang-adil.html


Żul Qarnain

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Artikel ini membahas seorang tokoh Al-Qur'an. Untuk nama yang sama, lihat Zulkarnain (disambiguasi).

Żulkarnain (Arab: ذو القرنين Dzū al-Qarnayn) (the man with two horns) adalah julukan seorang raja yang disebutkan di dalam kitab Al-[[Qur'an] 18:8). Dikisahkan bahwa ia telah membangun tembok besi yang tinggi untuk melindungi kaum lemah dari serangan Ya’juj dan Ma’juj. Menurut Ibnu Abbas, Żulkarnain adalah seorang raja yang sholih dan suka mengembara.

Daftar isi

·         1Etimologi

·         2Genealogi

·         3Kisah Żulkarnain

o    3.1Pertemuan dengan Nabi Ibrahim

o    3.2Petualangan Żulkarnain

§  3.2.1Menemukan umat tak beragama

§  3.2.2Menemukan umat teramat miskin

§  3.2.3Membangun tembok besi setinggi gunung

§  3.2.4Mencari Air Kehidupan

§  3.2.5Kota dan seluruh isinya membatu

·         4Beberapa pendapat mengenai Żul Qornain

·         5Lihat pula

·         6Referensi

·         7Pranala luar

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Secara harfiah Żulkarnain memiliki arti "pemilik dua tanduk" atau "ia yang memiliki dua tanduk." Dzu (Arab: ذو, ḏżū) berarti "pemilik." Beberapa pendapat mengenai etimologi dari Żulkarnain adalah sebagai berikut.[1]

·         Ia pernah meninggal dan hidup kembali setelah mendapat pukulan tepat di kepala bagian kanan dan kiri.[2]

·         Rancangan ketopong besinya memiliki tanduk.

·         Dia bisa melihat dengan jelas di siang hari dan di kegelapan malam.

·         Dia pernah hidup selama dua abad sehingga ia dapat disebut "Żu al-Qarnain" (ذوالقرن ن)

Sedangkan kata qarn (قرن) memiliki beberapa arti, di antaranya adalah kekuasaan (wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Barat hingga Timur), kuat dan berani.

Genealogi[sunting | sunting sumber]

Menurut kisah dari Ubaid bin Umair (tokoh dari kalangan tabi'in) bahwa Żul Qarnain adalah sepupu Khidr dari pihak ibu, bertepatan dengan masa nabi Ibrahim dan nabi Luth. dikatakan pula bahwa Khidr menjadi penasehat spiritualnya.

Sedangkan menurut sejarawan Muslim yang lain, Żul Qarnain memiliki nama asli Abu Bakr Al-Himyari atau Abu Bakar bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah (115 SM – 552 M) dan kerajaannya disebut At-Tababi’ah.[3]

Dalam buku yang berjudul Jejak Yakjuj dan Makjuj karya Wisnu Sasongko di Books.google.com, Dzul Qarnain seorang raja Arab memiliki nama asli Abdullah bin adh Dhahhak, catatan lain mengisahkan namanya Mush'ab bin Abdullah keturunan dari Kahlal bin Saba'.[4]

Kisah Żulkarnain[sunting | sunting sumber]

Pertemuan dengan Nabi Ibrahim[sunting | sunting sumber]

Al-Azraqi menyebutkan bahwa Żulkarnain beragama Islam atas ajakan Khalilullah Ibrahim dan melakukan tawaf di Ka’bah al-Mukarramah bersama nabi Ismail, diriwayatkan dari Ubaid bin Umair dan anaknya Abdullah dan lainnya bahwa Żulkarnain melakukan ibadah Haji dengan jalan kaki, tatkala nabi Ibrahim mengetahui kehadirannya, ia menemuinya, mendoakannya dan meridhoinya. Kemudian Allah swt. menundukkan untuknya awan yang bisa membawanya ke mana saja ia mau.

Menurut Ibnu Katsir Żul Qarnain hidup di masa Nabi Ibrahim, 2.000 tahun sebelum masa Aleksander Agung orang MacedoniaYunani. Ibnu Katsir juga menuliskan dalam Kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah, bahwa Nabi Khadr adalah menterinya dan pergi haji dengan berjalan kaki. Ketika nabi Ibrahim mengetahui bahwa kedatangannya, maka ia keluar dari kota Mekkah untuk menyambutnya.nabi Ibrahim juga mendoakan dan memberikan nasihat-nasihat yang baik kepadanya.[5]

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, menuliskan kisah dari Adhraqi bahwa Żulkarnain melakukan thawaf dengan nabi Ibrahim kemudian melaksanakan kurban.

Petualangan Żulkarnaintikel utama: Surah Al-Kahf

Kisah perjalanan-perjalanan Żulkarnain berikut ini terdapat pada kitab Al-Qur'an surah Al-Kahfi 18:83-98. Berikut adalah kisah-kisah yang ditanyakan oleh Rabi Yahudi kepada Nabi Muhammad yang di wahyukan melalui malaikat Jibril kepadanya.

Menemukan umat tak beragama[sunti

Ketika Żulkarnain sedang melakukan perjalanan kearah barat ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang memiliki lumpur berwarna hitam, ia melihat sekelompok umat yang tidak memiliki agama, sehingga ia diperintahkan oleh Allah swt. boleh untuk menghukum atau mengajarkan agama kepada umat ini.

Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Żul Qarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya." Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka bumi), maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.

Kami berkata: "Hai Żul Qarnain, kamu boleh menghukum atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Żul Qarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya." Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami." (Al-Kahfi 18:83-88)

Menemukan umat teramat miskin

Pada perjalanan berikutnya kearah timur, Żul Qarnain menemukan umat lain yang sangat teramat miskin. Saking miskinnya mereka tidak bisa melindungi diri mereka sendiri dengan tempat untuk berteduh dari sinar matahari.

Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. (Al-Kahfi 18:89-91)

Membangun tembok besi setinggi gunung

Artikel utama: Yakjuj dan Makjuj

Sebuah peta Al-Idrisi (Selatan berada diatas) menunjukkan Ya'juj dan Ma'juj ditutupi dalam pegunungan gelap dibagian kiri-bawah dari daratan Eurasia.

 

Dzu al-Qarnain dilukiskan sedang dalam perundingan pembangunan dinding besi Ya’juj dan Ma’juj, (lukisan miniatur abad ke-16 dari Persia.

Kemudian Żulkarnain melakukan perjalanan kembali hingga ia sampai didaerah pegunungan. Di antara dua gunung ia menemukan suatu kaum yang tidak ia mengerti bahasanya. Umat tersebut meminta tolong kepada Żulkarnain untuk membuat pembatas untuk menghalau dua kelompok umat perusak, yaitu Ya'juj dan Ma'juj. mereka juga menjanjikan akan memberikan bayaran kepada Żulkarnain, jika telah selesai pembuatan dinding pembatas tersebut. Akan tetapi Żulkarnain menolak diberikan bayaran oleh mereka, pada akhirnya Żulkarnain memberikan syarat kepada mereka untuk membantu Żulkarnain dan pasukannya dalam membangun dinding pembatas tersebut.

Dikisahkan Żulkarnain berhasil membangun dinding berupa potongan-potongan besi yang disusun sama rata dengan kedua gunung, kemudian dituangkan tembaga panas ditumpukkan besi tersebut. Kemudian ia pun mengatakan kepada kedua umat itu, bahwa kaum perusak itu tidak akan bisa mendaki atau melubanginya, sampai waktu yang dijanjikan oleh Allah akan berlubang dan runtuh, kemudian Ya'juj dan Ma'juj akan keluar dari celah tersebut seperti air bah.

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.

Mereka berkata: "Hai Żul Qarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?"

Żul Qarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi."

Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Żul Qarnain: "Tiuplah (api itu)." Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya."

Żul Qarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Al-Kahfi 18:92-98)

Namun tidak diketahui secara persis di daerah mana keberadaan dinding tersebut. Hanya ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang masalah ini, tetapi riwayat tersebut terdapat kelemahan dalam sanadnya. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu juga menyebutkan sebuah kisah tentang Khalifah Al-Watsiq yang mengirim sebagian utusannya untuk meneliti dinding tersebut, tetapi ia menyebutkan riwayat ini tanpa sanad.[6]

Mencari Air Kehidupanḍr (kanan), takjub dengan penglihatannya terhadap seekor ikan air asin yang kembali hidup ketika ditaruh ke dalam Air Kehidupan.

Artikel utama: Khadr dan Air Kehidupan

Menurut sebuah kitab[7] Żulkarnain pernah mencari ‘Ayn al-Hayat (Air Kehidupan) yang didampingi oleh Malaikat Israfil dan Nabi Khidr. Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’Labi dari Ali.

·         Ketertarikan Żul Qarnain

Pada saat Raja Żulkarnain pada tahun 322 S. M. berjalan di atas bumi menuju ke tepi bumi, Allah mewakilkan seorang malaikat yang bernama Israfil untuk mendampingi Raja Żulkarnain. Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang, Raja Żulkarnain berkata kepada Malaikat Israfil: “Wahai Malaikat Israfil ceritakan kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit.”

Malaikat Israfil berkata, “Ibadah para malakat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya.”

Kemudian Żul Qarnain berkata, “Alangkah senangnya seandainya aku hidup bertahun-tahun dalam beribadah kepada Allah.” Lalu malaikat Israfil berkata, “Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air bumi, namanya ‘Ayn al-Hayat’ yang berarti, sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau sehingga ia mohon kepada Allah supaya dirinya dimatikan.”

Kemudianya Żul Qarnain bertanya kepada malaikat Israfil, “Apakah kau tahu tempat ‘Ayn al-Hayat itu?” Malakat Israfil menjawab, “Bahwa sesungguhnya ‘Ayn al Hayat itu berada di bumi yang gelap."

·         Persiapan pencarian

Setelah raja mendengar keterangan dari Malaikat Israfil tentang ‘Ayn al hayat, maka raja segera mengumpulkan ‘alim ulama’ ada zaman itu, dan raja bertanya kepada mereka tentang ‘Ayn al Hayat itu, tetapi mereka menjawab, “Kita tidak tahu kabarnya, tetapi seorang yang alim di antara mereka menjawab, “Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam, ia berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan ‘Ayn al Hayat di bumi yang gelap.”

“Di manakah tempat bumi gelap itu?” tanya raja. Seorang yang alim menjawab, “Di tempat keluarnya matahari.” Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja bertanya kepada sahabatnya. “Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?” Para sahabat menjawab, “Kuda betina yang perawan.”

Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang perawan-perawan, lalu raja memilih di antara tentaranya, sebanyak 6.000 orang dipilih yang cendikiawan dan yang ahli mencambuk.

Di antara mereka adalah Nabi Khidir, bahkan ia menjabat sebagai perdana menteri. Kemudian berjalanlah mereka dan Nabi Khidir berjalan di depan pasukannya. Dalam perjalanan mereka menjumpai tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat.

·         Perjalanan yang sangat jauh dan tempat yang gelap

Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai ditepi bumi yang gelap itu, dan ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam.

Kemudian seorang yang sangat cendikiawan dan para pasukannya mencegah raja masuk ke tempat gelap itu dan berkatalah ia kepada raja: ”Wahai raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya.” Lalu raja berkata: ”Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak.”

Mereka semua membiarkan raja yang hendak masuk. Kemudian raja berkata kepada pasukannya: ”Diamlah, tunggulah kalian ditempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang pada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan penungguan kalian termasuk baik, dan jika aku tidak datang sampai 12 tahun, maka pulanglah kembali ke negeri kalian.”

Kemudian raja bertanya kepada Malaikat Israfil: ”Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita?” “Tidak bisa kelihatan” jawab Malaikat Israfil. ”Akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara, jika merjan itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan-kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian.”

Kemudian Raja Żulkarnain masuk ke tempat yang gelap itu bersama sekelompok pasukannya, mereka berjalan di tempat yang gelap itu selama 18 hari tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam dan siang, tidak pernah melihat burung dan binatang liar, dan raja berjalan dengan didampingi oleh Nabi Khadr.

·         Ditemukan oleh Nabi Khidr

Di saat mereka berjalan, maka Allah memberi wahyu kepada Nabi Khidr, ”Bahwa sesungguhnya ‘Ayn al Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan ‘Ayn al Hayat ini Aku khususkan untuk kamu.”

Setelah Nabi Khidr menerima wahyu tersebut, kemudian ia berkata kepada raja dan para sahabatnya: “Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian.”

Kemudian ia berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah olehnya sebuah ‘Ayn al Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidr turun dari kudanya dan langsung melepas pakaiannya dan turun ke ‘Ayn al Hayat tersebut. Ia lalu mandi dan minum sumber air kehidupan tersebut, maka ia merasakan airnya lebih manis daripada madu.

Setelah ia mandi dan minum di ‘Ayn al Hayat tersebut, kemudian ia keluar dari tempat itu lalu menemui Raja Żulkarnain, sedangkan raja tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada Nabi Khidr, tentang penemuan dan mandi di sumber air tersebut.

Penyesalan pasukan Żul Qarnain

Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahb bin Munabbih, dia berkata, bahwa Nabi Khidr adalah anak dari bibi Raja Żul Qarnain, dan Raja Żul Qarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama 40 hari, tiba-tiba tampak sinar seperti kilat dan sinar itu terlihat olehnya. Sinar itu berasal dari bumi yang berpasir merah dan terdengar oleh raja suara gemercik di bawah kaki kuda, kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa’il, lalu malaikat itu menjawab: “Gemercik ini adalah suara benda, apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga.”

Kemudian setelah mereka keluar dari tempat gelap itu, di antara pasukan ada yang membawa benda itu, tetapi hanya sedikit saja, dan ternyata benda tersebut adalah batu permata, yakut yang berwarna merah dan zamrud yang berwarna hijau. Maka pasukan yang mengambil benda itu menyesal, karena mereka hanya mengambil sedikit, demikianlah pula dengan pasukan yang tidak mengambilnya mereka juga menyesal.

Kota dan seluruh isinya membatu[sunting 

Artikel utama: Penduduk Rass dan Hanzhalah

As-Sa'di menceritakan bahwa setelah Żulkarnain mengelilingi berbagai negeri dan pernah memasuki kota Rass, disana ia menemukan raja, penduduk, pria, wanita, anak-anak, hewan-hewan, barang-barang, pepohonan, dan buah-buah, semuanya menjadi batu hitam, karena satu teriakan Malaikat Jibril. Penduduk ini biasa menggauli para wanitanya pada duburnya dan mereka juga tidak beriman kepada nabi mereka yaitu Hanzhalah bin Shafwan, dan mereka juga telah membunuh nabi tersebut.

Beberapa pendapat mengenai Żul Qornain[sunting | sunting sumber]

Diriwayatkan Waqi dari Israil dari Jabir dari Mujahid dari Abdullah bin Amr, dia berkata: “Żulkarnain seorang nabi”, diriwayatkan al-Hafid bin Asakir dari hadits Abi Muhammad bin Abi Nasr dari Abi Ishaq bin Ibrahim bin Muhammad bin Abi Duaib, berkata Muhammad bin Hamad, bercerita Abdu Razzaq dari Muammar dari Ibnu Abi Duaib dari Muqbiri dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah bersabda: Aku tidak tahu atau tidak, aku tidak tahu khudud itu menghapus dosa pelakunya atau tidak dan aku tidak tau Żul Qarnain itu seorang nabi atau bukan, dan ini garib dari sisi ini.

Berkata Ishaq bin Basyar dari Ustman bin as-Syaj dari Khusoif dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: “Żulkarnain adalah seorang raja yang sholeh, Allah meridhoi amalnya” dan memuji dalam kitabnya. Dia adalah orang yang ditolong, Khidir adalah menterinya, dan disebutkan bahwa Khidir adalah pemimpin tentaranya, dia orang yang diajak bermusyawarah oleh sang raja sebagai menterinya dalam rangka memperbaiki masyarakat saat itu.

Berkata sebagian ahli kitab, karena dia raja Persia dan Romawi, dan dikatakan: Karena dia sampai pada dua ujung matahari barat dan timur dan menguasai keduanya, dan ini menyerupai kesalahannya yaitu perkataan az-Zuhri. Berkata Hasan al-Bashri: Dia memiliki dua jalinan rambut yang melingkar maka dinamakan Żul karnain. Berkata Ishaq bin Abdillah bin Basyar dari Abdillah bin Ziyad bin Sam’an dari Umar bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata: Dia memanggil raja yang zalim kepada Allah kemudian memukul tanduknya, mematahkanya dan meremukkannya, maka dinamakan Żulkarnain


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Orang Kaya Naik Haji yang Menitipkan Uang

Di kitab irsyadul ibad Novi Amanah 19 Juli 2018 AsSAJIDIN.COM   — “Ada Setelah selesai melaksanakan hajinya, orang kaya itu mendatangi rumah orang yang diberi amanah menyimpan uangnya tsb. Sesampainya di rumah orang itu, ternyata orang tersebut telah wafat.   Orang kaya itupun bertanya kepada ahli warisnya. Namun tidak satupun diantara ahli warisnya mengetahui perihal uang titipan tersebut. Orang kaya itupun kebingungan dan bertanya-tanya dalam hatinya, di manakah uang yang disimpan oleh orang yang diberi amanat tersebut?   Orang kaya itupun mendatangi seorang alim di kota Mekkah, lalu menceritakan tentang uangnya tersebut.   Orang alim itu berkata : “Di sepertiga malam akhir nanti, pergilah kamu ke Sumur Zam-Zam, panggillah nama temanmu yang kau titipi uang itu, dibibir sumur. Jika temanmu adalah orang yang baik , dan termasuk seorang ahli Surga, maka dia pasti akan menjawab panggilanmu, lalu tanyakanlah kepadanya, dimanakah ia menyimpan uangmu”.   Pada akhir malam, orang kaya itupun

GARAM DAN TELAGA* 

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu. “Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk d

Dialog Waliyullah dengan virus wabah penyakit

Suatu saat datang segerombolan jundullah dari wabah penyakit ganas yakni Wabah Tho'un yang hendak masuk ke kota Damasykus Syiria. Di tengah jalan mereka bertemu dengan salah seorang waliyullah. Maka terjadilah percakapan singkat antara keduanya. "Mau kemana Kalian....?" Tanya wali tersebut.......!!!!! "Kami diperintah oleh Allah Swt untuk memasuki kota Damasykus". Jawabnya.......!!!! "Seberapa Lama kamu akan tinggal di sana..? Dan kira- kira akan makan seberapa banyak Korban?. Tanya si-wali itu kembali. "Dua tahun lamanya dan menelan sekitar seribu korban meninggal dunia". Jawabnya dengan jelas. Selang dua tahun kemudian, Sang Wali tersebut bertemu kembali dengan segerombolan wabah penyakit ganas tersebut. Seraya berkata : "Mengapa dalam waktu dua tahun kalian memakan korban begitu banyak hingga lima puluh ribu orang....? Bukankah kalian dulu janji korbanya hanya seribu orang meninggal dunia....? " Subanallah sangat